Seoul - Amerika Serikat (AS) menerjunkan satu batalion
pasukan khusus yang biasa menangani serangan nuklir, maupun senjata
kimia dan biologi ke Korea Selatan (Korsel). Hal ini sebagai bagian dari
langkah antisipasi terhadap ancaman serangan nuklir yang berulang kali
dilontarkan Korea Utara (Korut).
Seperti dilansir PressTV, Kamis (4/4/2013), dilaporkan sekitar 250 tentara AS dari batalion kimia ke-23 kini telah berada di Korsel. Tentara-tentara AS ini bermarkas di Kamp Stanley yang berada di wilayah Uijeongbu, yang terletak di wilayah Seoul bagian utara.
Menanggapi penerjunan tentara AS tersebut, Komite Reunifikasi Damai Korea (CPRK) Korut menyampaikan sikapnya yang kontra. Menurut CPRK, tindakan AS tersebut justru menjadi bukti atas usaha kejahatan AS untuk memicu bencana nuklir di kedua negara Korea.
"Selama Perang korea, AS secara membabi-buta menggunakan senjata kimia dan virus terhadap rakyat Korea, hingga membuat dunia tertegun," demikian pernyataan CPRK.
"Sekarang, AS ingin mengulang kejahatan kemanusiaan yang pernah dilakukannya," imbuhnya.
Retorika perang mulai meluas antara Korut dan AS setelah pesawat-pesawat pengebom B-2 dan B-52 milik AS yang mampu membawa nuklir, diterjunkan dalam latihan militer gabungan di wilayah Korsel. Sikap AS tersebut membuat Korut naik pitam, hingga akhirnya militer Korut mengklaim pihaknya telah mendapat persetujuan untuk melancarkan serangan nuklir terhadap AS.
Militer Korut atau yang biasa disebut Korean People’s Army (KPA) dalam pernyataannya menegaskan, ancaman AS akan dilawan dengan 'serangan nuklir mutakhir yang lebih kecil dan ringan'. Menanggapi hal tersebut, Kementerian Pertahanan AS menyatakan, pihaknya memasang sistem anti-rudal di seluruh garis pantai Guam yang menjadi markas militernya
Seperti dilansir PressTV, Kamis (4/4/2013), dilaporkan sekitar 250 tentara AS dari batalion kimia ke-23 kini telah berada di Korsel. Tentara-tentara AS ini bermarkas di Kamp Stanley yang berada di wilayah Uijeongbu, yang terletak di wilayah Seoul bagian utara.
Menanggapi penerjunan tentara AS tersebut, Komite Reunifikasi Damai Korea (CPRK) Korut menyampaikan sikapnya yang kontra. Menurut CPRK, tindakan AS tersebut justru menjadi bukti atas usaha kejahatan AS untuk memicu bencana nuklir di kedua negara Korea.
"Selama Perang korea, AS secara membabi-buta menggunakan senjata kimia dan virus terhadap rakyat Korea, hingga membuat dunia tertegun," demikian pernyataan CPRK.
"Sekarang, AS ingin mengulang kejahatan kemanusiaan yang pernah dilakukannya," imbuhnya.
Retorika perang mulai meluas antara Korut dan AS setelah pesawat-pesawat pengebom B-2 dan B-52 milik AS yang mampu membawa nuklir, diterjunkan dalam latihan militer gabungan di wilayah Korsel. Sikap AS tersebut membuat Korut naik pitam, hingga akhirnya militer Korut mengklaim pihaknya telah mendapat persetujuan untuk melancarkan serangan nuklir terhadap AS.
Militer Korut atau yang biasa disebut Korean People’s Army (KPA) dalam pernyataannya menegaskan, ancaman AS akan dilawan dengan 'serangan nuklir mutakhir yang lebih kecil dan ringan'. Menanggapi hal tersebut, Kementerian Pertahanan AS menyatakan, pihaknya memasang sistem anti-rudal di seluruh garis pantai Guam yang menjadi markas militernya