Jakarta, Stroke biasanya dialami orang-orang berusia
lanjut atau sekitar 50-an tahun. Tapi yang menyedihkan belakangan
kondisi ini juga mulai menyerang usia muda. Salah satunya adalah bocah
SMP asal Georgia, AS.
"Pagi itu, 4 Maret 2013, tak ada bedanya dengan hari-hari biasanya bagi Jackson. Ia bangun pagi, sarapan dan berangkat ke sekolah seperti biasanya. Tak ada tanda-tanda bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi," tutur sang ibu, Robin Leitch.
Tapi ketika Jackson berada di ke kelas penjaskes di sekolahnya di McCleskey Middle School, Marietta, Ga., semuanya tiba-tiba berubah. Setelah melakukan latihan lari di treadmill, Jackson duduk-duduk di matras gym di pojok ruangan dan mengeluh sakit kepala.
Beberapa menit kemudian, teman-teman sekelasnya terlihat mengerumuni Jackson dan mengatakan kepada guru mereka ada yang terjadi pada bocah berusia 14 tahun itu. Tampaknya Jackson mengalami kejang hebat.
Guru penjaskesnya pun segera memanggil perawat sekolah yang langsung bisa mengidentifikasi apa yang terjadi padanya, Jackson menunjukkan gejala serangan stroke.
Setelah pihak sekolah memanggil ambulans, barulah Robin dan suaminya, Robert menerima panggilan dari sekolah. Keduanya diberitahu jika Jackson menderita cedera kepala dan telah dikirim ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. Mengira putra kedua mereka baru saja terbentur kepalanya, Robin dan Robert pun bergegas menemuinya di WellStar Kennestone Hospital di Marietta.
"Kami sampai disana bertepatan dengan datangnya ambulans yang membawa putra kami, kami dapat melihat ada sesuatu yang salah terjadi padanya. Ia terlihat tidak koheren sama sekali. Ia berusaha tersenyum kepada kami tapi salah satu sisi wajahnya tak bergerak. Kami tak tahu apa yang terjadi padanya," kisah Robert seperti dilansir foxnews, Rabu (3/4/2013).
Tim dokter di Kennestone pun melakukan CT scan pada Jackson dan dari situ terungkap adanya dua gumpalan darah di otaknya sehingga menyebabkan terjadinya stroke.
"Ketika dokter UGD selesai melakukan CT scan, ia hanya terlihat pucat. Ia mendatangi saya dan mengatakan tentang gumpalan darah itu. Kaki saya langsung lemas dan tahu-tahu saya terjatuh. Maksud saya, bagaimana hal itu bisa terjadi padanya?" kata Robin.
Di Egleston, tim dokter bedah saraf, ahli kardiologi dan beberapa spesialis lainnya berkolaborasi untuk menangani Jackson, termasuk mencari tahu apa yang sebenarnya menyebabkan stroke pada Jackson. Tiga minggu kemudian akhirnya Jackson didiagnosis dengan penyakit yang sangat langka yaitu primary central nervous system vasculitis (PCNSV). Saking langkanya, kondisi ini hanya menyerang satu dari 700 anak di penjuru dunia.
Berdasarkan keterangan salah seorang dokter spesialis saraf, PCNSV diduga ada kaitannya dengan masalah pada sistem kekebalan. Alih-alih menjadi terlalu aktif, para dokter percaya penyakit ini disebabkan oleh sulitnya komponen-komponen sistem kekebalan untuk bekerjasama antara satu sama lain secara harmonis.
"Konsekuensinya, Anda akan terkena peradangan dan iritasi di lapisan dinding pembuluh darah otak. Akibatnya pembuluh darah menyempit. Padahal ketika dindingnya teriritasi, gumpalan darah akan lebih mudah terbentuk di dalamnya," terang Dr. Max Wiznitzer, seorang dokter spesialis saraf anak di UH Rainbow Babies & Children’s Hospital, Cleveland, Ohio yang tidak ikut menangani Jackson.
Untuk mengobati PCNSV, para pasien diberi kortikosteroid yang disebut prednisone yang bertindak sebagai immunosuppressant (obat yang menghalangi atau mencegah aktivitas sistem kekebalan tubuh). Jackson sendiri telah mulai mengonsumsi obat ini dan menunjukkan kemajuan yang cukup pesat.
Beruntung tim dokter berhasil menghilangkan risiko akibat pendarahan di otaknya, barulah setelah itu Jackson ditransfer ke Scottish Rite Hospital, Atlanta agar ia dapat menjalani terapi fisik dan terapi bicara. Sembilan hari kemudian, Jackson dinyatakan bisa pulang ke rumah tapi ia masih harus melanjutkan terapi agar kakinya dapat berfungsi kembali, termasuk mengembalikan pergerakan di lengan kanannya.
Kendati begitu, bagian tersulit dari proses pemulihan Jackson adalah terapi bicaranya.
"Kami paling banyak berkonsentrasi pada aphasia-nya (kehilangan kemampuan untuk berbicara dan memahami pembicaraan karena kelainan pada otak). Pasalnya pendarahan di otak Jackson mempengaruhi pusat bicaranya jadi ada banyak kata yang tidak dapat ia sebutkan. Ia butuh waktu paling lama untuk menemukan kata yang tepat untuk ia ucapkan sekaligus membuatnya 'keluar' dari mulutnya," ungkap Robert.
Tapi secara keseluruhan, Jackson berhasil membuat banyak kemajuan. Seluruh kontrol terhadap tubuh sisi kanan, tubuh yang dilemahkan oleh stroke, telah kembali. Tim dokter mengatakan kepada Robert dan Robin beruntung Jackson mengalami stroke ini di usia yang masih sangat muda karena peluangnya untuk pulih sepenuhnya sangat besar.
"Mereka memang tidak mengatakan bahwa Jackson akan kembali pulih 100 persen tapi sejauh ini kemajuannya sangat pesat," tutup Robert.
"Pagi itu, 4 Maret 2013, tak ada bedanya dengan hari-hari biasanya bagi Jackson. Ia bangun pagi, sarapan dan berangkat ke sekolah seperti biasanya. Tak ada tanda-tanda bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi," tutur sang ibu, Robin Leitch.
Tapi ketika Jackson berada di ke kelas penjaskes di sekolahnya di McCleskey Middle School, Marietta, Ga., semuanya tiba-tiba berubah. Setelah melakukan latihan lari di treadmill, Jackson duduk-duduk di matras gym di pojok ruangan dan mengeluh sakit kepala.
Beberapa menit kemudian, teman-teman sekelasnya terlihat mengerumuni Jackson dan mengatakan kepada guru mereka ada yang terjadi pada bocah berusia 14 tahun itu. Tampaknya Jackson mengalami kejang hebat.
Guru penjaskesnya pun segera memanggil perawat sekolah yang langsung bisa mengidentifikasi apa yang terjadi padanya, Jackson menunjukkan gejala serangan stroke.
Setelah pihak sekolah memanggil ambulans, barulah Robin dan suaminya, Robert menerima panggilan dari sekolah. Keduanya diberitahu jika Jackson menderita cedera kepala dan telah dikirim ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. Mengira putra kedua mereka baru saja terbentur kepalanya, Robin dan Robert pun bergegas menemuinya di WellStar Kennestone Hospital di Marietta.
"Kami sampai disana bertepatan dengan datangnya ambulans yang membawa putra kami, kami dapat melihat ada sesuatu yang salah terjadi padanya. Ia terlihat tidak koheren sama sekali. Ia berusaha tersenyum kepada kami tapi salah satu sisi wajahnya tak bergerak. Kami tak tahu apa yang terjadi padanya," kisah Robert seperti dilansir foxnews, Rabu (3/4/2013).
Tim dokter di Kennestone pun melakukan CT scan pada Jackson dan dari situ terungkap adanya dua gumpalan darah di otaknya sehingga menyebabkan terjadinya stroke.
"Ketika dokter UGD selesai melakukan CT scan, ia hanya terlihat pucat. Ia mendatangi saya dan mengatakan tentang gumpalan darah itu. Kaki saya langsung lemas dan tahu-tahu saya terjatuh. Maksud saya, bagaimana hal itu bisa terjadi padanya?" kata Robin.
Di Egleston, tim dokter bedah saraf, ahli kardiologi dan beberapa spesialis lainnya berkolaborasi untuk menangani Jackson, termasuk mencari tahu apa yang sebenarnya menyebabkan stroke pada Jackson. Tiga minggu kemudian akhirnya Jackson didiagnosis dengan penyakit yang sangat langka yaitu primary central nervous system vasculitis (PCNSV). Saking langkanya, kondisi ini hanya menyerang satu dari 700 anak di penjuru dunia.
Berdasarkan keterangan salah seorang dokter spesialis saraf, PCNSV diduga ada kaitannya dengan masalah pada sistem kekebalan. Alih-alih menjadi terlalu aktif, para dokter percaya penyakit ini disebabkan oleh sulitnya komponen-komponen sistem kekebalan untuk bekerjasama antara satu sama lain secara harmonis.
"Konsekuensinya, Anda akan terkena peradangan dan iritasi di lapisan dinding pembuluh darah otak. Akibatnya pembuluh darah menyempit. Padahal ketika dindingnya teriritasi, gumpalan darah akan lebih mudah terbentuk di dalamnya," terang Dr. Max Wiznitzer, seorang dokter spesialis saraf anak di UH Rainbow Babies & Children’s Hospital, Cleveland, Ohio yang tidak ikut menangani Jackson.
Untuk mengobati PCNSV, para pasien diberi kortikosteroid yang disebut prednisone yang bertindak sebagai immunosuppressant (obat yang menghalangi atau mencegah aktivitas sistem kekebalan tubuh). Jackson sendiri telah mulai mengonsumsi obat ini dan menunjukkan kemajuan yang cukup pesat.
Beruntung tim dokter berhasil menghilangkan risiko akibat pendarahan di otaknya, barulah setelah itu Jackson ditransfer ke Scottish Rite Hospital, Atlanta agar ia dapat menjalani terapi fisik dan terapi bicara. Sembilan hari kemudian, Jackson dinyatakan bisa pulang ke rumah tapi ia masih harus melanjutkan terapi agar kakinya dapat berfungsi kembali, termasuk mengembalikan pergerakan di lengan kanannya.
Kendati begitu, bagian tersulit dari proses pemulihan Jackson adalah terapi bicaranya.
"Kami paling banyak berkonsentrasi pada aphasia-nya (kehilangan kemampuan untuk berbicara dan memahami pembicaraan karena kelainan pada otak). Pasalnya pendarahan di otak Jackson mempengaruhi pusat bicaranya jadi ada banyak kata yang tidak dapat ia sebutkan. Ia butuh waktu paling lama untuk menemukan kata yang tepat untuk ia ucapkan sekaligus membuatnya 'keluar' dari mulutnya," ungkap Robert.
Tapi secara keseluruhan, Jackson berhasil membuat banyak kemajuan. Seluruh kontrol terhadap tubuh sisi kanan, tubuh yang dilemahkan oleh stroke, telah kembali. Tim dokter mengatakan kepada Robert dan Robin beruntung Jackson mengalami stroke ini di usia yang masih sangat muda karena peluangnya untuk pulih sepenuhnya sangat besar.
"Mereka memang tidak mengatakan bahwa Jackson akan kembali pulih 100 persen tapi sejauh ini kemajuannya sangat pesat," tutup Robert.